Peneliti TLM Ungkap Senyawa Langka pada Tanaman Osing
Dedikasi dosen muda Program Studi D4 Teknologi Laboratorium Medis (TLM) Stikes Banyuwangi kembali menuai hasil membanggakan. Ns. Ardhi Khoirul Hakim, M.Biomed., bersama rekannya Ani Qomariyah, S.Si., M.Sc., berhasil menorehkan prestasi lewat riset inovatif pada tanaman otok-otok (Flemingia strobilifera), tanaman khas masyarakat Osing yang sejak lama dipercaya memiliki khasiat kesehatan.

Penelitian ini memperoleh dukungan Hibah Penelitian Dosen Pemula (PDP) dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) Kemdiktisaintek RI Tahun 2025. Dukungan ini menunjukkan bahwa kapasitas riset Stikes Banyuwangi, khususnya dari dosen TLM, mampu bersaing dalam kancah penelitian nasional.
Baca Juga: Nanopartikel dari Ekstrak Etanol Labu Siam untuk Pembuatan Tablet Hisap
Eksplorasi Tanaman Osing dengan Teknologi Modern
Dengan semangat untuk membuktikan bahwa potensi lokal dapat diteliti dengan standar modern, Ardhi dan Ani menggunakan pendekatan untargeted metabolomic profiling berbasis instrumen canggih LC-HRMS atau Liquid Chromatography–High Resolution Mass Spectrometry. Teknologi LC-HRMS dipilih karena memiliki sensitivitas sangat tinggi, mampu mendeteksi senyawa dalam jumlah yang sangat kecil dengan akurasi massa hingga skala parts per million (ppm). Hal ini menjadikan penelitian metabolomik jauh lebih unggul dibanding metode fitokimia klasik yang biasanya hanya bisa mengidentifikasi senyawa dominan atau kelompok tertentu saja.
Temuan Senyawa Langka dan Simbiosis Unik
Hasilnya, mereka berhasil mengidentifikasi 87 metabolit, termasuk flavonoid, fenolik, nukleosida, hingga peptida siklik. Beberapa senyawa yang ditemukan bahkan belum pernah dilaporkan sebelumnya dari tanaman otok-otok. Salah satu temuan paling mengejutkan adalah keberadaan Aldgamycin I (C36H58O15), antibiotik makrolida yang umumnya hanya dihasilkan oleh bakteri genus Streptomyces. Fakta bahwa senyawa ini muncul pada tumbuhan otok-otok membuka perspektif baru mengenai adanya hubungan simbiosis unik antara tanaman dan mikroba endofit di dalamnya.
Keberhasilan ini menandai langkah besar, karena sebagian besar metabolit tersebut belum pernah dilaporkan sebelumnya dari tumbuhan otok-otok. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak hanya memperkaya khazanah ilmiah tentang biodiversitas Banyuwangi, tetapi juga menegaskan pentingnya eksplorasi tanaman lokal dengan pendekatan ilmiah modern.

Selain Aldgamycin I (C36H58O15), penelitian ini juga menemukan senyawa flavonoid glikosida atau 5,7-Dihydroxy-2- (4-hydroxyphenyl) -4-oxo-4H-chromen-3-yl-6-O- (6-deoxyhexopyranosyl) hexopyranoside (C27H30O15) dan adenosine (C10H13N5O4) dalam jumlah melimpah. Flavonoid glikosida terkenal memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas serta aktivitas antiinflamasi yang penting dalam mencegah kerusakan jaringan. Sementara itu, adenosine adalah molekul kunci dalam metabolisme energi sel (ATP/ADP) dan terlibat dalam berbagai jalur sinyal biologis. Kandungan tinggi adenosine pada otok-otok dapat menjelaskan mengapa secara tradisional tanaman ini dipercaya mampu menjaga vitalitas tubuh dan mempercepat pemulihan setelah sakit.
Baca Juga: Karir Cemerlang Kuliah Teknologi Laboratorium Medik
Keunggulan lain dari penelitian ini adalah penggunaan metode komputasi in silico (molecular docking) untuk memperkirakan interaksi senyawa aktif otok-otok dengan protein target bakteri. Pendekatan ini diibaratkan seperti mencoba “kunci” pada “gembok”, di mana senyawa yang tepat dapat menempel kuat pada enzim penting bakteri dan melumpuhkan fungsinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa flavonoid dari otok-otok memiliki energi ikatan hampir setara dengan antibiotik modern yang sudah digunakan secara klinis, yakni dengan nilai binding affinity sekitar –8 hingga –9 kcal/mol.
Fakta ini memperkuat hipotesis bahwa tumbuhan lokal Banyuwangi dapat menjadi sumber kandidat antibiotik alami baru di tengah krisis resistensi obat yang sedang dihadapi dunia. Dengan pendekatan terpadu metabolomik dan in silico, penelitian ini mampu mempersempit kandidat senyawa potensial dari ratusan menjadi beberapa yang paling menjanjikan, sehingga lebih efisien dari sisi biaya dan waktu. Inovasi ini menunjukkan bahwa riset yang dilakukan di STIKES Banyuwangi mampu mengikuti standar penelitian modern sekaligus menjawab kebutuhan global dalam pencarian obat-obatan baru.
Pesan Peneliti untuk Generasi Muda
Bagi para peneliti, pencapaian ini bukan sekedar hasil ilmiah, melainkan simbol bahwa penelitian di Stikes Banyuwangi mampu menembus batas pengetahuan.
“Penelitian ini kami harapkan tidak hanya berhenti pada publikasi, tetapi juga bisa menginspirasi mahasiswa untuk berani berinovasi dan percaya diri bahwa riset dari Banyuwangi dapat berkontribusi bagi ilmu pengetahuan dunia,” ungkap Ani Qomariyah.
Senada dengan itu, Ardhi Khoirul Hakim menegaskan pentingnya kolaborasi lintas bidang. “Kekuatan riset tidak hanya terletak pada hasilnya, tetapi juga pada kerja sama tim, dukungan institusi, dan komitmen untuk terus melahirkan inovasi. Stikes Banyuwangi memiliki potensi besar menjadi pusat riset kesehatan di kawasan timur Jawa,” ujarnya.
Saat ini, hasil riset tersebut tengah dipersiapkan untuk dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi serta jurnal nasional terindeks SINTA 1. Ke depan, penelitian ini diharapkan dapat membuka jalan bagi pengembangan fitofarmaka berbasis kearifan lokal, sekaligus memperkuat peran dosen TLM Stikes Banyuwangi dalam dunia penelitian modern.
Dari Banyuwangi, inovasi ini lahir—membuktikan bahwa pengetahuan lokal jika digali dengan serius dapat menjadi kontribusi berharga bagi dunia.