
Menyulap Limbah Kerang dan Udang Menjadi Slow Release Fertilizer
Kerang dan udang, telah menjadi teman bagi manusia yang dijadikan sebagai lauk pauk. Selain rasanya yang enak, kandungan gizi yang ada pada udang dan kerrang menjadikan dua bahan lauk ini menjadi salah satu jenis bahan baku makanan yang digemari oleh masyarakat, bahkan dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Meskipun dilapangan kenyataanya ada orang yang juga tidak bisa mengkonsumsi dua binatang air tersebut, dikarenakan alasan alergi atau lain sebagainya. Kebanyakan, ibu rumah tangga ataupun tempat makan hanya mengambil dagingnya saja dari udang dan kerrang tersebut, sedangkan bagian lain seperti kepala udang, kulit udang dan cangkang kerangnya mayoritas dibuang begitu saja, hanya sebagian kecil saja yang diolah kembali.
Dari hasil literatur didapatkan bahwa secara umum, kulit udang mengandung 27,6% mineral, 34,9% protein, 18,1% kitin, dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19.4 %. Dengan proses deasetilasi, dari kitin tersebut dapat diperoleh kitosan. Jadi didalam udang dan kerang mengandung kitosan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk. Melihat manfaat tersebut, sebenarnya ada peluang untuk berinovasi dalam memanfaatkan kulit udang dan kerrang untuk menjadi sebuah pupuk yang cukup ramah lingkungan.
Inovasi tengah dibuat oleh tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pengabdian Masyarakat yang mencoba untuk mengolah kulit udang dan kerang menjadi sebuah pupuk slow release. Bahan utamanya yakni kitosan itu sendiri. Ada pula bahan lain sebagai tambahan seperti glutaraldehid, yang biasa digunakan sebagai agen pengikat silang karena dapat meningkatkan kestabilan kitosan dengan membentuk senyawa perantara.
Proses pengolahan pupuk ini bisa dibilang tidak memerlukan tahapan yang sangat panjang. Tahapan pertama tentunya mempersiapkan alat dan bahan, kemudahan masuk ke tahap ekstrasi kitosan dari limbah kerrang dan udang. Selanjutnya tahap pembuatan larutan kitosan 0,2% dilanjutkan dengan tahap pembuatan pupuk lepas lambat dengan campuran kitosan yang di tambah glutaraldehid. Cara pembuatan pupuk nya sangat mudah dan untuk alatnya bisa menggunakan perabotan seperti gelas, baskom, timbangan, pengaduk, sendok, gelas takar, saringan, dan oven.
Alurnya dimulai dari limbah kerang dan udang dicuci bersih kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Setelah itu dilakukan penghancuran atau penggilingan dengan alat penggiling seperti lumping kayu hingga menjadi serbuk. Serbuk dilarutkan dengan asam asetat kemudian disaring. Kitin yang diperoleh dicuci untuk menghilangkan asam lalu dikeringkan dengan oven pada suhu rendah. Jika sudah kering, kitosan yang diperoleh disimpan. Untuk penggunaannya, pupuk urea dicampur dengan matriks kitosan dengan perbandingan berat pupuk urea dengan matriks yaitu 7:3. Kemudian diaduk selama 4 jam dan dikeringkan.
Proses pengaplikasian pupuk sangat mudah seperti pupuk -pupuk pada umumnya tetapi takarannya berbeda karena pupuk slow release fertilizer mempunyai kelebihan yang luar biasa di bandingkan dengan pupuk yang lain. Kelebihan pupuk slow release fertilizer yaitu tidak mudah larut terbawa air (ada kitosan), unsur hara lebih banyak terserap (tidak banyak hilang terbawa air), keberadaannya lebih tahan lama serta dibutuhkan hanya sedikit pupuk dan pemupukan lebih efisien. Dengan menyediakan nutrisi secara efisien dan tepat waktu, pupuk ini mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih sehat dan produktif, meningkatkan kualitas hasil panen, serta mengoptimalkan penggunaan sumber daya dalam praktik pertanian.

Adanya inovasi ini tentunya sangat membantu para petani ataupun masyarakat yang membutuhkan, selain akan membantu meringankan biaya operasional dalam memenuhi kebutuhan pupuk, juga akan mencegah pencemaran lingkungan yang dikarenakan penggunaan pupuk berbahan kimia. Mahasiswa sendiri juga tengah mencoba mengedukasikan olahan ini kepada masyarakat Dusun Tegalpare Desa Wringinputih Muncar Banyuwangi.
Selain dikarenakan disana terdapat banyak limbah kerang dan udang, masyarakat juga merasa adanya kelangkaan pupuk karena harganya yang mahal. Melalui kegiatan pengabdian ini, masyarakat tidak hanya diberi materinya saja, melainkan juga dibekali praktik langsung dalam mengolah limbah udang dan kerang menjadi pupuk.
Harapannya, dengan adanya pengabdian masyarakat ini masyarakat setempat data lebih memanfaatkan limbah yang ada menjadi sesuatu produk yang dapat digunakan dan tentunya memiliki manfaat yang baik untuk wilayahnya. Tidak hanya menekan pencemaran lingkungan, namun olahan produk yang dihasilkan memiliki nilai jual yang itu bisa menjadi bahan pemasukan tambahan bagi masyarakat. Hasilnya, hasil tani bagus, perekonomian meningkat, lingkungan nyaman dan bersih, serta masyarakat dapat hidup sehat. *(Humas)

Ketua Tim : Risna Indra
Anggota Tim : Della Agustina, Miftahul Fauhzy R, M Fanani Al Ghifari
Dosen Pendamping : Ani Qomariyah, S.Si., M.Sc