
Strategi Pengendalian Stunting di Era Pandemi
Oleh: Ilmi Dewi Astuti*

Di Indonesia, pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari 1 tahun. Indonesia dan banyak negara lainnya mengandalkan pembatasan interaksi fisik untuk memperlambat penyebaran Covid-19.
Intervensi yang diterapkan di Indonesia mencakup:
- Karantina bagi orang-orang yang terinfeksi,
- Pembatasan perjalanan domestik dan internasional,
- Larangan berkumpul dalam kelompok dan keramaian,
- Serta penutupan sekolah, pabrik, restoran, dan ruang publik.
Berbagai upaya untuk mengendalikan pandemi tersebut menimbulkan dampak signifikan di sektor ekonomi, kegiatan sehari-hari, dan seluruh aspek kehidupan anak. Direktur Eksekutif UNICEF menyatakan bahwa “anak-anak adalah korban yang tidak terlihat” mengingat adanya dampak jangka pendek dan panjang terhadap kesehatan, kesejahteraan, perkembangan, dan masa depan anak, salah satunya adalah dampak terkait gizi (Stunting).
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Balita dapat mengalami stunting karena berbagai sebab. Tiga penyebab langsung tersebut, yaitu:
- Praktik menyusui yang tidak memadai dan pola makan yang buruk, ditambah praktik pengasuhan yang tidak optimal;
- Kebutuhan gizi dan perawatan yang tidak memadai bagi ibu dan perempuan hamil; serta
- Tingginya angka penyakit menular utamanya akibat lingkungan tempat tinggal yang tidak bersih dan tidak memadainya akses ke layanan kesehatan.
Faktor-faktor tersebut diperparah dengan tingkat pendidikan yang rendah, kemiskinan yang luas, dan angka pengangguran yang semakin meningkat kala pandemi Covid-19.
Baca Artikel Terkait : Stunting dan 1000 HPK
Pencegahan dan pengendalian stunting perlu dilakukan dengan pendekatan multi-sektor melalui konvergensi program di semua tingkatan.
Terdapat 5 pilar dalam pencegahan stunting, yaitu :
- Komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara,
- Kampanye nasional berfokus pada pemahaman, perubahan, perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas,
- Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional, daerah, dan masyarakat,
- Mendorong kebijakan “Nutritional Food Security”, dan pilar
- Pemantauan dan evaluasi.
Selama pandemi ini, pemerintah daerah bertanggung jawab mengembangkan upaya tanggap darurat untuk wilayahnya masing-masing serta melakukan efisiensi pengeluaran dalam alokasi anggaran belanja daerah dan dana pengelolaan bencana. Karena itu, banyak dari usulan tindakan berikut dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus mendukung keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya
Upaya-upaya tersebut dapat berupa mensosialisasikan kelanjutan layanan perbaikan gizi bagi remaja, wanita usia subur, perempuan hamil, ibu menyusui, dan balita, termasuk pemantauan dan penyuluhan terkait pertumbuhan, pemberian suplemen zat gizi mikro, konseling mengenai pola makan ibu dan bayi, serta pemberian makan dan biskuit energi tinggi bagi anak usia dini.
Meningkatkan kesadaran pengasuh bagi anak usia dini, ibu hamil dan menyusui, remaja, serta wanita usia subur mengenai pentingnya meminta dan memanfaatkan berbagai layanan perbaikan gizi penting. Tetap melakukan penapisan kepada balita yang mengalami gizi buruk dan tata laksana penanganan balita yang teridentifikasi gizi buruk sesuai protokol dan tepat waktu. Mendorong semua orang untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan menerapkan gaya hidup sehat untuk menguatkan sistem imun tubuh.
Jika berbagai upaya yang diperlukan tidak segera dilakukan, jumlah balita stunting dapat meningkat. Oleh karena itu, kerjasama multisektor ini perlu dilakukan dengan baik terlebih di masa pandemi.
*) Dosen S1 Gizi Stikes Banyuwangi
Artikel ini juga telah dimuat di Koran Jawa Pos, Radar Banyuwangi rubrik opini edisi 2 Juni 2021
